Boleh jadi berita yang engkau dengar dilandasi suatu kaidah ushul yang tidak engkau ketahui, lantas engkau menghukumi bahwa itu keliru, padahal pada kenyataannya hal itu bukan suatu kekeliruan. Lalu bagaimana solusi situasi semacam ini? Solusinya adalah engkau menghubungi orang yang dinisbatkan sebagai nara sumber berita itu, lalu engkau katakan, "Dinukil dari anda (berita) ini dan itu, apakah ini benar?" Setelah itu engkau berdialog langsung dengannya. Boleh jadi pada awalnya engkau tidak menyukai karena engkau tidak mengetahui sebab penukilannya. Sehingga,
Maka terlebih dahulu harus dilakukan tatsabut (terhadap sumber berita), baru kemudian menghubungi sumber berita itu. Engkau tanyakan kepadanya apakah berita itu benar atau tidak, setelah itu berdiskusi dengan orang itu. Bisa jadi dia yang benar maka engkau bisa merujuk kepadanya atau bisa jadi engkau yang benar sehingga dia bisa merujuk kepadamu.
Ada perbedaan antara Tsabat dan tatsabut. Secara lafadz dua kata ini memiliki kemiripan, namun berbeda dari segi makna.
Tsabat maknanya sabar dan tekun, tidak merasa jemu, tidak gelisah dan tidak mengambil sedikit-sedikit dari setiap kitab atau sepotong-potong dari setiap disiplin ilmu lalu meninggalkannya. Karena hal ini (justru) akan merugikan penuntut ilmu itu sendiri. la menghabiskan waktu tanpa mendapat satu manfaat. Contohnya, sebagian penuntut ilmu membaca pembahasan ilmu nahwu, kadang dia membaca Al-Jurumiyah, kadang membaca kitab Qatrunada, kadang membaca kitab Al-Alfiah. Demikian pula dengan pelajaran Al-Musthalah (ilmu istilah-istilah hadits), sesekali membaca An-Nukhbah, sesekali membaca Al-Alfiah Al-Iraqi.
Demikian pula dalam masalah fiqih, sesekali membaca Zaadul Mustaqni, sesekali membaca Umdatul Fiqih, sesekali membaca Al-Mughni dan sesekali membaca Syarah Al-Muhadzab. Demikian seterusnya pada seluruh kitab (padahal belum ada yang diselesaikan secara tuntas).
Orang tipe ini sering kali tidak akan memperoleh ilmu. Kalaupun memperolehnya, ilmu yang diperoleh adalah ilmu masa'il (yang berkaitan dengan pembahasan masalah/kasus) bukan dalam hal ushul (konsep dasar ilmu). Dan perolehan berbagai permasalahan bagaikan orang yang mengumpulkan belalang satu demi satu.
Jadi, ta'sil (pengambilan konsep dasar ilmu), keteguhan serta kemantapan pada suatu ilmu adalah sesuatu yang penting, lebih mantap dalam hubungannya dengan kitab yang dibaca dan di-muraja'ah. Demikian juga lebih mantap dalam hubungannya dengan para syaikh yang engkau ambil ilmunya.
Janganlah engkau menjadi pencicip ilmu (yang mengambil ilmu sepotong-potong) pada tiap pekan sekali atau sebulan sekali dari seorang syaikh. Tentukan terlebih dahulu syaikh (guru) yang akan engkau timba ilmunya. Setelah engkau mengambil keputusan maka sabar dan tekunilah. Janganlah engkau mengambil syaikh lain pada setiap bulan atau pekan. Sama saja apakah engkau ambil syaikh itu dalam pelajaran fiqih dan terus kontinyu belajar bersamanya dalam pelajaran fiqih, (engkau belajar) dengan syaikh yang lain dalam pelajaran nahwu dan terus bersamanya dalam pelajaran nahwu.
Atau dengan syaikh lainnya dalam pembahasan aqidah dan tauhid dan terus belajar bersamanya. Hal yang penting, hendaknya engkau terus belajar dan jangan hanya menjadi sekedar pencicip (berbagai macam ilmu), seperti halnya seorang lelaki yang hobi cerai. Setiap kali menikahi seorang wanita setelah hidup bersamanya 7 hari, kemudian dia mentalaknya dan pergi mencari wanita lain.
Tatsabut juga merupakan perkara yang penting, sebab terkadang orang yang menukil berita mempunyai kehendak yang tidak baik. Dia menukil suatu berita yang dapat mencemarkan nama baik orang yang diambil beritanya baik dengan sengaja atau dengan tendensi tertentu. Terkadang mereka tidak berniat jahat namun mereka memahaminya dengan sesuatu yang berbeda dengan makna yang diinginkan. Oleh karena itu wajib tatsabut.
Apabila sesuatu yang dinukil tersebut telah tsabit dengan penyebutan sanadnya maka sampailah giliran untuk berdiskusi dengan orang yang menukilkannya sebelum menghukumi pernyataan tersebut, apakah hal itu benar atau tidak. Sebab boleh jadi akan tampak kebenaran bagimu setelah dilakukan diskusi, bahwa kebenaran berada di pihak orang yang dinukil ucapannya.
Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin [Adab dan Akhlak, Menuntut Ilmu]
0 komentar:
Posting Komentar