Tujuan dalam menuntut ilmu adalah untuk
(mengharapkan) wajah Allah dan untuk (memperoleh kebaikan) kehidupan akhirat.
Allah telah menganjurkan dan memberikan motivasi untuk menuntut ilmu di dalam
firman-Nya,
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ
لِذَنْبِكَ
"Maka
ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah yang haq untuk diibadahi
melainkan Allah dan mohonlah ampun atas dosamu." (Muhammad: 19)
Pujian terhadap ulama di dalam
Al-Qur'an telah cukup dikenal. Apabila Allah memuji sesuatu atau
memerintahkannya, maka hal tersebut menjadi suatu amaliah ibadah. Jika demikian
maka dalam menuntut ilmu wajib untuk mengikhlaskan diri hanya bagi Allah, yaitu
dengan jalan seorang harus meniatkan (mengharapkan) wajah Allah. Jika seseorang
meniatkan dalam menuntut ilmu syari'at itu untuk meraih ijazah yang akan dia
gunakan untuk mencapai suatu kedudukan ataupun status tertentu, maka
sesungguhnya Rasulullah bersabda,
مَنْ
تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ لاَ
يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيْبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ
الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَة
"Barangsiapa mempelajari ilmu
yang diharapkan dengannya wajah Allah ‘Azza wa Jalla, namun dia tidak
mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan harta dunia maka dia tidak akan mencium
wangi surga di Hari Kiamat."1
Maksudnya adalah mencium baunya. Dan ini
merupakan ancaman yang keras. Tapi jika ada seorang penuntut ilmu yang
mengatakan saya ingin memperoleh ijazah bukan lantaran ingin mendapatkan bagian
dari harta dunia akan tetapi sistem (yang ada) menjadikan ukuran seorang ulama
adalah ijazahnya. Kami katakan, jika seseorang berniat memperoleh ijazah dalam
rangka memberi kemanfaatan kepada orang lain baik dalam bidang pengajaran,
administrasi, atau dalam bidang lainnya maka hal tersebut merupakan niatan yang
lurus, tidak membahayakan dirinya sedikitpun, karena niatan tersebut
benar.
Kita mengulas faktor keikhlasan di awal pembahasan adab-adab
penuntut ilmu tidak lain karena keikhlasan merupakan hal yang prinsipil. Maka
penuntut ilmu wajib meniatkan amalannya dalam rangka menunaikan perintah Allah.
Karena Allah memerintahkan dalam firman-Nya,
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ
لِذَنْبِكَ
"Maka
ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah yang haq untuk diibadahi
melainkan Allah dan mohonlah ampun atas dosamu." (Muhammad: 19)
Allah memerintahkan untuk
berilmu, maka jika engkau mempelajari ilmu berarti engkau telah menunaikan
perintah Allah Azza wajalla.
____________
Footnote:
1 HR. Ahmad juz 2 hal 338, Abu Dawud dalam
Kitabul 'Ilmi Bab: Thalabul 'Ilmi li Ghairillah, Ibnu Majah dalam Al-Muqaddimah
Bab: Al-Intifa'u bil 'Ilmi wal Amalihi bihi, Hakim dalam Al-Mustadrak juz 1 hal
160, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf juz 8 hal. 543, Al-Ajuri dalam Akhlaqul
'Ulama hal. 142, Akhlaqul Ahlil Qur 'an hal. 128 no. 57. Al-Hakim berkata,
"Hadits shahih dan perawinya tsiqah."
Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin [Adab dan Akhlak, Menuntut Ilmu]
0 komentar:
Posting Komentar